COBROTAN.COM - Terdapat 116 kasus difteri telah terjadi di Jawa Barat hingga 3 Desember 2017 ini, dengan jumlah kasus kematian sebanyak 13 kasus. Dari jumlah tersebut, sebenarnya sudah lebih dari sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menurut pedoman epidemilogi Kementrian Kesehatan RI tahun 2017, satu kasus difteri positif sudah dinyatakan sebagai KLB.
Tipe bakteri yang menyebabkan difteri adalah Corynebacterium diphteria. Kondisi difteri akan menyebar melalui kontak langsung obyek yang mengandung bakteri, seperti berbagi cangkir minuman, atau penggunaan tisue/sapu tangan yang sama. Anda juga dapat terkena difteri jika terdapat pasien difteri di sekitar Anda yang bersin, batuk, atau keluar ingus dari hidung. Meskipun orang yang terinfeksi difteri belum tentu menunjukkan tanda dan gejala, orang tersebut tetap mampu menularkan difteri sampai dengan 6 minggu setelah infeksi awal.
Bakteri seringkali menginfeksi hidung dan tenggorokan. Sekali terinfeksi, bakteri akan melepaskan zat berbahaya yang disebut toksin. Toksin akan meluas ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan seringkali menyebabkan lapisan abu-abu tebal di mukosa hidung, tenggorokan, lidah, dan saluran napas.
Simak Juga: 40 Tahun Nihil Laka, Buah Loyalitas Mbah Datuk Bawa Bus PO Harapan Jaya
Pada beberapa kasus, toksin ini juga dapat menuju ke organ lain dan merusak organ tubuh lain seperti jantung, otak, dan ginjal. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti miokarditis (radang selaput jantung), paralisis (kelemahan otot), dan gagal ginjal.
Kepala Seksi Surveilan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Yus Ruseno mengatakan, penyebaran kasus difteri di Jabar saat ini sudah menerpa 18 kota dan kabupaten. Purwakarta merupakan wilayah dengan kasus difteri tertinggi di Jabar yaitu dengan 21 kasus selama 2017 ini dengan satu kasus kematian. Selain itu, di antaranya Kabupaten Karawang pun terdapat 13 kasus difteri, Kota Depok dan Kota Bekasi masing-maisng 12 kasus, Garut 11 kasus, dan Kota Bandung 7 kasus.
"Sebenarnya kalau dari sisi jumlah kasus dibanding tahun lalu, tahun ini hingga 3 Desember ini jelas alami penurunan karena tahun lalu ada 121 kasus, sedangkan sekarang 116 kasus dan diharapkan tidak ada lagi tambahan," kata Yus ketika dihubungi, Senin 4 Desember 2017.
Dalam jumlah kasus tersebut kebanyakan kasus klinis (probable) atau belum positif difteri. Namun tetap saja penangananya sama dengan yang sudah positif karena gejalanya muncul. Sementara yang sudah konfirmasi atau positif sudah disertai dengan pemeriksaan laboratoirum yang menyatakan positif difteri.
Terapi difteri
Difteri merupakan kondisi yang serius, maka dokter akan memberikan terapi dengan cepat dan agresif. Langkah pertama terapi adalah injeksi antitoksin. Injeksi antitoksin ini akan melawan toksin yang dihasilkan bakteri di dalam tubuh. Pastikan beritahu dokter jika Anda memiliki alergi terhadap obat tertentu. Jika memang ada suatu alergi, maka dokter akan berhati-hati dalam pemberian antitoksin, dimulai dari dosis yang sedikit lalu meningkat sedikit demi sedikit. Dokter juga dapat meresepkan antibiotik seperti penisilin dan eritromisin, untuk membantu memberantas infeksi dalam tubuh.
Simak Juga: BPJS Hapus Tanggungan Penyakit tertentu, Ini Tanggapan Wakil Rakyat Asal Solo
Selama pengobatan, dokter juga dapat menyarankan untuk pasien opnam di rumah sakit di ruang isolasi sehingga pasien tidak akan berpotensi menularkan infeksi ke orang lain.
Tidak ada komentar